Pages

Rabu, 08 November 2017

People Nowadays

Postingan ini mungkin sedikit nyambung sama postingan Manusia Purba (Re: Unopen-minded person). Postingan ini sebagai bentuk keresahan yang muncul lagi akibat ketidak nyamanan gue sama lingkungan yang sering dibilang kids jaman now. Jujur ungkapan kids jaman now ini nggak enak banget dikuping. Selain itu juga makna dibalik ungkapan itu, yang menurut gue agak sedikit negatif. Bagaimana tidak? Ungkapan itu seringkali dihubung-hubungkan dengan gaya pacaran anak muda jaman sekarang dimana bisa dibilang seringkali kelewat batas, atau anak-anak kecil yang sudah addicted banget sama gadget, atau juga kadang dihubungkan dengan lingkungan social media sekarang, dimana ajang kebebasan berpendapat digunakan sebagai kedok untuk nyinyirin manusia lain.

Oke, kids jaman now. Ada apa dengan kids jaman now? Pengguna instgram pasti udah sering banget kan nemuin postingan-postingan di eksplore atau akun-akun yang mengatas namakan akun kocak dengan tujuan memposting video atau gambar-gambar lucu? Ya, bukan sekali dua kali aja postingan yang diupload itu tentang anak kecil atau bisa dibilang ABG yang nyatain cinta, bawa bunga, terus si cowok berlutut gitu dihadapan si cewek, nah adegan selanjutnya adalah mereka berdua pelukan, terus audience di tempat kejadian nyorakin sambil nyanyi-nyanyi bahkan tepuk tangan. Parahnya jelas-jelas mereka masih pake seragam putih biru (re: anak SMP) Ya Allah, punya KTP aja belum, uda begini aja?

Senin, 09 Oktober 2017

Cermin Pendidikan


Setiap ngomongin masalah penddidikan di negeri sendiri, rasanya setahun, dua tahun, bahkan puluhan tahun lagi, rasanya nggak pernah akan ada habisnya. Sebenernya permasalahan apa yang membuat pendidikan di negeri sendiri tidak pernah tuntas dan menimbulkan carut marut yang berkepanjangan. Apa sistem pendidikannya? Petinggi dibalik instansi pendidikannya? Tenaga pendidiknya? Atau peserta didiknya? Jika dilihat dari fakta lapangan sekarang, sepertinya semua sektor ikut andil dalam kurang maksimalnya pendidikan di negeri ini.

Kemudian, solusi yang seperti apa yang bisa memperbaikinya? Layaknya manusia yang ingin memperbaiki diri dari segala kesalahannya, manusia itu pertama kali harus bercermin terlebih dahulu. Mengapa? Karena solusi tepat akan ada ketika sumber permasalahan yang ada dicrosscek terlebih dulu. Lalu selanjutnya tidak ada salahnya melihat lingkungan sekitar sebagai cerminan untuk memperbaiki diri. Bukan begitu?

Kenapa harus melihat orang lain untuk bisa memperbaiki diri? Tentu saja jawabannya adalah karena kita sendiri belum tahu bagaimana kriteria menjadi lebih baik itu, jikalau tidak mempunyai seorang pioner, atau contoh. Boleh jadi satu contoh tidak cukup, karena tidak semua contoh akan lebih baik, atau malah tidak sesuai sama sekali.

Senin, 25 September 2017

Soal Mimpi, Cita-cita, dan Harapan

Setiap orang pasti punya mimpi kan? Entah mimpi itu kecil atau besar, sepele atau mampu mengubah dunia. Banyak orang memandang mimpi dengan sudut pandang yang berbeda-beda, mari kita buat simple sudut pandang itu menjadi 3 bagian. Ada orang yang akan membangun mimpinya dengan sekuat tenaga, mengusahan dengan sangat keras, tidak akan membiarkan mimpi kecewa, jatuh, bangun tak pernah jadi masalah. Sebagian yang lain mungkin akan menyimpan mimpinya, ia berusaha, namun tidak pernah se-menggebu orang pertama, andaikan mimpi itu tidak pernah terwujud, ia tidak akan pernah kecewa. Ia menerimanya dan melanjutkan hidup. Sedikit lainnya mungkin akan mengubur mimpinya, berhenti memikirkannya, menyalahkan keterbatasan, kecewa mungkin iya, tapi pada akhirnya merelakan.

Itu hanyalah sebagian besar interpretasi soal mimpi, tapi di luar sana pasti ada begitu banyak keadaan, alasan, keterbatasan, tuntutan, yang menjadikan sebuah mimpi itu patut untuk diperjuangkan dan dikejar, disimpan dan dicoba, atau dikubur dan direlakan.

Mengejar mimpi sampai akhir hayat, samapai liang lahat, siapa yang tak ingin? Mengusahakan dengan sepenuh hati? Tapi menjadi seorang Mabuchi Kou sangat sulit (anime Ao Haru Ride). Kenapa? Ia mengejar mimpinya, dengan sangat keras, belajar dengan sangat tekun, berharap akan hidup dengan layak, dihujani kekayaan materi, dan berharap ibunya akan senang dengan hujan itu. Berkali-kalipun sang ibu berkata membahagiakannya adalah sesederhana makan dan nonton TV berdua, Kou kecil tidak pernah berpikir sesederhana itu. Sampai akhirnya sang ibu pergi untuk selama-lamanya, bahwa waktu yang semakin sedikit kemarin tak pernah ia gunakan untuk menemani sisa hidup ibunya. Penyesalan yang tertinggal.

Sabtu, 23 September 2017

Day Dreaming about House of Living

Setiap orang pasti punya kehidupan impian mereka sendiri, bisa jadi tentang pendamping masa depan, kehidupan yang diinginkan, pekerjaan yang diimpikan dan masih banyak hal lainnya lagi. Nggak terkecuali gue. Bukan hal yang muluk, Cuma tentang house living yang bener-bener gue pengen.
Sebenernya gue agak heran sih ya sama diri gue sendiri, gue bisa jadi orang paling penakut dan gamau sendirian kalau udah denger issue-issue horror, tapi sometimes gue adalah seseorang yang paling ingin punya me time yang nggak ingin gue share dengan siapapun.
  
Pengalaman merantau jauh dari rumah, nggak bisa dipungkiri ngebuat gue belajar sosialisasi. Tapi, makin kesini gue semakin nggak ingin ngeshare something apapun itu sama orang lain. Kelihatannya seperti seseorang yang sangat individualis sih, tapi entahlah gue ngerasa nyaman aja. Yah intinya gue sedikit gagal untuk bersosialisi dengan orang lain. Tipikal yang gamau berusaha dekat dengan orang lain kalo bukan orang itu dulu yang berusaha dekat sama gue.
   
Nah, kehidupan indekos itu sedikit banyak ada benefit sama unbenefitnya. Terutama buat orang-orang macem gue yang sometimes being an introvert person, kehidupan indekos yang mengharuskan kita untuk ngeshare fasilitas yang ada itu sedikit annoying buat gue. Kenapa? Sebenernya hal ini karena kekhawatiran gue yang menganggap semua orang nggak sepaham sama gue.

Setiap orang pasti punya kebiasaan-kebiasaan yang bisa jadi sangat berbeda dengan gue. Bisa jadi kebiasaan-kebiasaan tersebut menjadi menyenangkan buat gue atau malah sebaliknya, jadi sangat mengganggu. Apalagi mereka yang menurut gue limit tanggung jawabnya sangat rendah sekali. Mungkin ada beberapa dari mereka yang akan biasa aja melihat kamar mandi kotor, even itu just a little bit kotornya, atau mereka yang suka ngebuang sisa makanan di wastafel cuci piring, ketika mereka cuci piring. Hal-hal kaya gini ini nih, yang sering banget bikin gue terganggu. Gara-gara ini gue jadi harus punya extra time buat ngebersihin hal-hal macem gini, karena gue sendiri ngeerasa keganggu banget.
Gue juga bisa jadi sangat terganggu dengan barang-barang yang sangat tidak tertata, sepatu, parkir sepeda motor, jemuran dan lain sebagainya. Gue akan ngerasa kesel-kesel sendiri dan pengen ngomel, yang ujung-ujugnya hanya membuang-buang energi gue. How it can be? Gimana bisa orang-orang ini hidup dengan sesuatu yang tidak di manage dengan baik? Oke, 4 tahun merantau dan indekos ngebuat gue sedikit belajar tentang toleransi. Tapi hanya untuk sesuatu yang memang bisa dimaklumi ya. Karena kadang juga banyak yang kadang seenaknya sendiri, dan tidak bertanggung jawab.

Hal-hal model begini yang akhirnya gue ngebayangin punya apartment. Yak! Apartment yang bisa buat gue tinggal sendirian. Nggak perlu apartment yang gede sih, yang kecila aja yang penting ada space untuk dapur, kamar mandi yang nggak perlu gue share dengan orang lain demikian pula dengan dapur, dan tentu saja space untuk tempat tidur, meja belajar, dan pastinya rak buku!
Nggak jarang kadang gue sengaja searching di youtube apartment tour atau room tour mereka-mereka yang tinggal di luar negeri. Kenapa Indonesia tidak punya yang semacam ini? Yang ada paling kos-kosan dengan fasilitas kamar mandi dalam, tapi dapurnya harus share dengan orang lain. Padahal di luar sana misalnya Jerman, Korea, Jepang, mereka menyediakan mini apartment yang ngga begitu besar, tapi ada space tempat tidur, kamar mandi, dan dapur sendiri. Mungkin di Indo bisa dibilang rumah susun kali ya, cuman ya beda aja gitu, rumah susunnya kayak apartment sangking bersihnya, sangking rapihnya, sangking terorganisir dengan baik pula. Iri banget!

Sebelumnya kalo ada yang mikir kalo orang yang introvert itu pelit, karena mereka nggak mau nge share apa yang mereka miliki itu sebenernya salah ya. Ini Cuma masalah kenyamanan aja, karena seperti yang gue bilang di atas, setiap orang punya cara mereka masing-masing untuk ngebuat dirinya nyaman. Sering kali gue lebih milih diem di kamar berjam-jam dibandingkan harus ngumpul depan TV ngobrol kesana kemari, waktu gue di kos. Paling keluarnya kalo lagi laper, mau mandi, atau keluar kos. Yang gue lakuin dalem kamar? Ya banyak sih, bisa nonton film, nge-youtube, nonton drama, baca buku, ngegambar, atau yaaa hobi gue tidur. Aktifitas-aktifitas kaya gitu lebih gue pilih sih, dan gue jarang banget keluar misal ngemall, atau adventure, dan jujur saja gue tipikal orang yang nggak begitu suka nonton TV. Bisa jadi karna TV itu banyak iklan, acara yang ngebosenin, apalagi sinetron-sinetron yang menurut gue terlalu berlebihan, dan terlalu banyak episode. Mending gue searching atau nonton variety show korea (yah korea lagi haha), atau acara-acara show seperti Baking with Anna Olsen, Street Food (yuhuu gue suka acara masak), atau America’s Next Top Model, dan lain sebagainya.

Rasanya gue sendiri pengen ketawa liat tulisan ini. Gimana bisa gue ngetik segini banyaknya. Emang gampang banget ngeluarin yang namanya compliment gue rasa. Apalagi buat sesuatu yang ngebuat kita merasa terganggu. Dan setelah gue baca ulang kayaknya ini postingan nyeritain banget kalo gue pengen banget hidup sendiri ya. Pardon me.


Kamis, 07 September 2017

Memilih.

Menemukan dan ditemukan tidak pernah sesederhana apa yang diucapkan. Walaupun menurut Tuhanmu itu adalah masalah biasa. Banyak jalan penuh liku yang terlalu lama dan menahun untuk sampai kepada tujuan, yang bahkan tidak ada 1 detikmu menurut Tuhan.

Menjadi yang paling diperhatikan, lalu menjadi yang terabaikan berikutnya. Menjadi nomor 1 suatu waktu, dan jadi yang kesekian ribu dilain waktu. Bisa jadi hari ini berjanji, esok hari mengingkari. Bisa jadi detik ini paling merindu, sejam kemudian teracuh. Memilih tak pernah sebercanda itu.

Bersama dalam kurun waktu yang lama, singkat? Sebulan? Setahun? Sedasawarsa? Seperti yang sering mereka banggakan. Belum tentu. Tidak berlaku. Memilihmu ditahun yang dibanggakan, kemudian menderita ditahun milik dia yang lain. Mengenaskan? Cintamu tidak dihargai dengan semestinya.

Jangan pernah menyalahkan luka. Lukamu tolok ukur dewasamu. Luka bukanlah hal yang bisa diperdebatkan, jadi bahan canda 100 perak, atau bahkan hiburan. Sungguh lucu, tertawa dan menari diatas luka. Lalu dengan mudah minta maaf. Apa arti sebuah maaf jikalau akhirnya maaf itu hanya sebuah kata tanpa makna. Tapi mungkin terlupa, bahwa kertas yang sudah terobek takkan pernah kembali seperti semula. Sudah diam saja.

Minggu, 27 Agustus 2017

Manusia Purba (Re: Unopen minded person)

Ini adalah pemikiran, yang sebenarnya ada di dalam otak gue sejak bertahun-tahun yang lalu, dan pemikiran ini rasa-rasanya pengen banget gue utarakan langsung kepada setiap orang yang suka menghentikan langkah seorang pemimpi hanya dengan mulut pedas level 100 nya.

Ada yang pernah berpikir bahwa lingkungan 100% akan membentuk diri? Atau ada yang berpikir bahwa lingkungan adalah bagian dari diri? Cermin diri?

Semakin lo bergaul dengan lingkungan yang 'baik', maka sedikit banyak lo akan menjadi baik pula. Sebaliknya, semakin lo bergaul dengan lingkungan yang 'nggak baik', maka sedikit banyak lo akan terkena imbasnya pula. Mungkin teori ini akan dibantah oleh beberapa orang, tapi setidaknya ini adalah apa yang gue lihat dan gue rasakan selama ini.

Kenapa di atas gue sebut orang yang menghentikan langkah seorang pemimpi dengan mulut pedas level 100 nya? Ya, karena mulut adalah pedang, yang tajamnya melebihi pedang, yang kadang hanya dengan perkataan aja, seseorang meninggalkan mimpinya.

Ada banyak contoh yang mungkin akan kita temui berdasarkan apa yang gue omongin di atas. Nggak perlu jauh-jauh, disekitar kita aja. Misalnya nih ya, pernah ngerasa annoying ngga sama temen lo yang suka nyinyir? Bahkan nyinyirin soal yang jelas-jelas itu adalah hal positif. Jadi gini, ada beberapa orang yang suka nge-bully gara-gara lo suka nge-upgrade kemampuan bahasa Inggris. Nah upgrade nya ini dengan cara lo speaking english entah secara langsung, nggak sengaja nyeletuk, atau ketika berada di sosial media. Dan tiba-tiba temen lo bilang "Udahlah nggak usah sok KEMENGGRES" cuma gara-gara lo speak english fluently. Jadi kita dikata-katain sok pake bahasa inggris gitu. Ya Allah, ini benar-benar. Benar-benar banget. Emang salah ya kalo kita berusaha upgrade vocab, atau coversation kita? Ini gue yang kolot apa mereka aja yang mental cupu nggak pengen maju?

Rasa-rasanya gue pengen tuh nyeramahin mereka soal panjang lebar. Ya terserah sih mereka boleh nggak suka sama kita yang emang pengen kemampuan bahasa inggrisnya meningkat, tapi ya jangan bikin orang lain yang pengen upgrade, jadi ciut dong nyalinya gara-gara mulut pedes level 100 itu! Harusnya mereka sadar, semakin kesini tantangan globalisasi itu semakin tinggi. Nggak bisa dipungkiri, kalau kita nggak menguasai bahasa internasional, kita akan semakin menjadi bangsa yang tertinggal. Mana koar-koar kalian yang suka ngomong ingin memajukan Indonesia menjadi negara yang semakin maju. Ayo dong jangan jadi pecundang yang jago berisik, tapi nol aksi. Gimana cara kalian memajukan bangsa kalo ngomong sama dunia luar aja kalian nggak bisa? Bukannya ini lucu?

Jadi bisa dong ya kurang-kuangin nyinyirin orang yang suka ngomong bahasa inggris, mereka bukannya sok mau bergaya.  Tapi ini semua emang sudah jadi kebutuhan. Karena apa? Para pelamar kerja aja sekarang sering diminta sertifikat TOEFL.  Ya mungkin ada yang nggak, tapi ini sebagian besar perusahaan udah menjadikan ini sebagai kemampuan dasar calon pelamar. Jadi jangan lo anggep sepele masalah-masalah kecil ini. Bisa bahasa inggris ini udah jadi salah satu hal penting.
Mari jadi bangsa hebat yang berpikiran maju. Jangan jadi pecundang yang jago berisik, tapi nol aksi.



Senin, 14 Agustus 2017

Generasi Optimis

Setiap orang pasti pernah berada pada suatu titik terbawah dalam hidupnya. Di titik itu orang pasti sudah sedikit putus asa dan menganggap sudah nggak bisa berbuat apa-apa. Nah, sebenernya disini gue mau ngomongin masalah-masalah itu semua, tentu aja dari sudut pandang gue dan apa yang udah pernah gue alami dan rasain ketika berada di titik tersebut. Termasuk gimana rasanya udah pasti dong, gimana lingkungan seolah menyerang kita, dan gimana reaksi orang-orang disekitar kita ngasi impact yang justru malah kita beranggapan bahwa itu semua cuma nambah-nambahin pikiran dan nggak ada faedahnya. Bahkan kita menganggap sedikit aja celotehan bisa berarti nusuk banget, dan bikin kitambah down. Tapi disini yang bakal gue bahas bukan masa-masa sulitnya, tapi poin pentingnya adalah bagaimana kalau ternyata semua itu bisa jadi kritik yang membangun, dan ngebuat kita bisa melaluinya. Kenapa akhirnya gue bisa ngomong kayak gini? Karna ada pepatah yang bilang,
"Semua akan usai pada waktunya"
"Kerja keras tidak akan menghianati hasil"

Gue udah ngebuktiin, kalau ternyata pepatah itu nggak salah. Gue bisa bilang itu 1000000% bener banget. Bahkan sekarang gue rada-rada nyesel karena dengan tololnya dulu gue sempet marah-marah balik sama orang-orang yang suka nanya-nanya masalah gue, entah itu nanya apakah masalah gue uda beres lah, ini lah itu lah, semuanya, yang kini gue sadar kalau itu adalah bukti kalau orang-orang itu peduli sama kita. Ooo bentar, kecuali buat mereka yang cuma sekedar kepo doang, dan setelah itu BYE! Atau mungkin masalah kita bisa jadi bahan gosip dia sama forum lain, oke untuk yang satu ini buang aja ke hutan, dasar badak!

Sabtu, 01 Juli 2017

Hidden Motivation

Salam lebaran 1438 H. Minal aidzin wal faidzin, mohn maaf lahir dan batin.
Semoga segala amal ibadah kita diterima dan meningkatkan ibadah kita berikutnya, semoga Allah juga berkenan mempertemukan kita dengan bulan ramadhan berikutnya. Aamiin YRA.

Sejak kemarin malam, gue memikirkan hal-hal yang intinya membuat motivasi gue buat jadi yang terbaik, buat lulus secepatnya, buat bikin bangga orang tua jadi menggebu-gebu rasanya. Semaleman gue mikir ini itu, cara ini cara itu, pokoknya semua-mua hal yang memotivasi gue. Penyebabnya? Singkat cerita lebaran ini gue halal bihalal sama sahabat-sahabat jaman SMA gue. Singkat cerita, sahabat-sahabat gue ini adalah hadiah terindah yang di kasi Allah buat gue. Kenapa? Mereka ini adalah orang-orang yang sibuk ngemotivasi gue, bahkan disaat motivasi mereka pun lagi cetek-ceteknya. Yang sibuk ngehibur gue yang sering banget galau sesuatu yang bahkan ngga penting, padahal sendirinya lagi galau se-galau-galaunya. Priceless.

Minggu, 07 Mei 2017

Ngomongin Hal Penting: Politik

Jadi tulisan kali ini secara mengejutkan gue bakalan ngomongin soal politik. Secara tidak langsung ini adalah postingan pertama gue tentang politik, dan kenapa bahasanya jadi tidak aku dan kamu lagi, karena gue rasa ditulisan ini gue akan sedikit menjadi tokoh antagonis seperti apa yang gue lakuin di keseharian gue. Dan mungkin akan agak sedikit nyeplos aka nyablak.

Dulu pas SMA, menurut gue adalah masa transisi dimana temen-temen gue udah mulai ngomongin soal politik. Tentang kebijakan presiden yang seharusnya nggak ngelakuin ini lah, yang harusnya nggak ngeluarin anggaran ini itu lah, atau sekedar mengomentari wakil rakyat yang korupsi. Dari yang cuma sekedar nyinyir-nyinyir nggak jelas masalah kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah, sampai mulai bikin postingan di facebook yang isinya mengkritisi soal kerja pemerintah. Pada waktu itu gue rasa gue cuma siswi SMA biasa yang bodo amat soal pemerintah dan politik. Gue buta banget soal itu semua, dan gue nggak pernah peduli, karena apa? Karena gue rasa gue belum punya passion disitu, dan tujuan gue sekolah hanya lulus dan bisa masuk Universitas Negeri dengan usaha gue sendiri, jadi di luar itu gue nggak pernah mau ikut campur.

Bukan cuma itu aja, gue mulai ngerasi annoying banget dan risih sama temen-temen gue yang mulai ngomongin masalah politik. Menurut gue mereka ngomongin hal tersebut hanya supaya mereka terlihat seolah-olah melek berita, tapi omongan mereka nggak berbobot, alias cuma ikut-ikutan mengkritisi, alias 0 besar. Hal tersebut juga yang jadi salah satu pertimbangan gue buat milih jurusan IPA daripada jurusan IPS. Yak! Karena gue males sama urusan sosial, politik, dan apalah itu yang gue sendiri nggak pernah ngerti apa sebenernya faedahnya ngomongin hal itu. Mungkin juga itu jadi salah satu alesan gue ansos kali ya. Ya karena gue males bersosialisasi sama mereka yang bahkan gue nggak ngerti mereka lagi ngomongin soal apaan. Dan jadilah pada masa-masa SMA itu gue cuma seneng-seneng, dengan perlu digaris bawahi tetep tanggung jawab ya. Ya, tanggung jawab itu lah yang akhirnya membuat gue bisa ada di semester akhir anak kuliahan yang kuliah di Universitas Negeri.

Abis gue lulus dan mulai kuliah, semester pertama gue masih bodo amat, dan seperti kalian tau semua, semakin kalian kuliah, kalian akan bertemu dengan orang-orang yang beragam. Yang kritis, yang nggak pernah peduli dengan sekitar, yang sukanya omong kosong, yang sukanya nggak jelas hidupnya, yang nggak punya tujuan hidup atau masa depan dan lain sebagainya. Berkaca dari pengalaman gue SMA, gue juga pada akhirnya memilih jurusan yang jauh dari urusan politik sosial dan apalah itu. Ya gue kuliah di jurusan yang membahas tentang teknologi sebagai konsentrasinya. semester 1 gue masih adem ayem aja, semester 2, semester 3 nggak ada yang berubah, semester 4 dan 5 gue masih fokus sama konsentrasi gue, dan semua hal yang berhubungan dengan tugas dan paper. 

Nah, ini, setelah gue semester 6 tepatnya setelah gue dapet mata kuliah KWN sama Pancasila, gue mau nggak mau mulai berhenti lari dari kenyataan. Gue mulai dipaksa buat melek tentang keadaan politik negara gue sendiri. Gue mulai harus jadi paling update soal berita politik kalo emang gue mau lulus mata kuliah ini. Dari sini lah pada akhirnya gue mulai paham, mulai ngerti apa yang sebenernya lagi terjadi sama negara gue. Dan secara nggak sadar, gue emang harus peduli dan mulai bersikap kritis. Karena apa? Gue sadar kalo gue adalah generasi selanjutnya yang akan membawa kemana arah negara ini di masa depan. Gue mulai mikir kalau seharusnya nggak begini, seharusnya nggak begitu. Meskipun gue membatasi diri gue buat berpendapat ketika temen-temen gue debat soal siapa yang lebih pantas memimpin Indonesia waktu pemilu kemaren. Ya gue cuma ngomong apa yang perlu gue utarain, tentang opini gue, selebihnya kalo mereka masih ngedebat sosok yang gue pilih, ya udahlah. Gue nggak mau buang-buang tenaga gue untuk hal tersebut.

Selanjutnya, ada banyak hal yang menurut gue bikin gue miris banget liat negara gue. Dipikiran gue yang selalu terngiang-ngiang adalah kok bisa negara gue jadi kayak gini? Ya apalagi? Kalo bukan masalah korupsi. Gue cuma nggak habis pikir aja kenapa mereka yang seharusnya dicontoh sebagai seorang wakil rakyat, malah seolah-olah seperti menghianati apa yang sudah dipercayakan kepada mereka. Kalo gue boleh ngomong, mereka uda kayak ngga punya otak. Apa otak mereka emang udah pindah di dengkul atau gimana gue nggak tau. Yang paling gue rasanya pengen mengutuk atau nyumpahain adalah ada salah satu wakil rakyat yang bikin iklan yang intinya menyuarakan untuk tidak korupsi, eh dia nya sendiri malah ketangkep gegara korupsi. Aneh apa bego sih?

Oh iya ini juga. Gue sebenernya kurang setuju tentang apa itu reshuffle. Sebagai contoh reshuffle menteri pendidikan. Seperti kita tau menteri itu dipilih arena kredibilitas di bidangnya dan dianggap mampu membawa perubahan. Nah tentu aja buat dipilih mereka harus ada program dong yang setidaknya harus mereka punya agar kepemimpinan mereka nanti bukan hanya omong kosong belaka. Nah tiap menteri punya program sendiri yang sebagian besar berbeda. Dari jaman kurikulum KBK, KTSP, sampai K13 yang sekarang aja malah udah K13 revisi. Dan setau gue sebuah program itu ngga bisa dilakuin setahun 2 tahun ya buat bisa bener-bener mengatasi masalah yang tujuannya buat memajukan pendidikan bangsa, tapi butuh bertahun-tahun biar bisa berhasil. Program 1 belom kelar dan belom bisa dikatakan berhasil sepenuhnya, eh udah ganti lagi aja menterinya, yang otomatis program yang lama udah nggak dipake lagi karena si menteri baru menganggap programnya lebih mumpuni. Astaghfirullah, ini sebenernya lawak apa gimana sih ya? Ayolah jangan cepet-cepet ngambil kesimpulan. Kenapa sih nggak nyelesein program satu dulu? Ya ngga papa lah ganti menteri tapi ya jangan langsung dengan serta merta mengganti program yang sudah dijalankan dengan meyakini bahwa program yang baru akan lebih mumpuni. Gitu aja terus berlanjut nggak ada selesenya. Kesian juga yang ngejalani, dalam hal ini siswa, ya guru, bahkan orang tua. Bayangin aja dalam 1 sekolah tiap tingkatan kelas mereka ngerasain kurikulum yang beda. Seperti sekarang, anak-anak kelas 3 yang baru kemaren ini pengumuman kelulusan, mereka belajar dengan kurikulum KTSP. Sedangkan adek-adek kelas mereka make kurikulum K13, bahkan anak kelas 1 make kurikulum K13 dengan embel-embel revisi. Kacau!

Ya memang sih gue sebenernya ngga punya kredibilitas buat bisa ngubah itu semua dan cuma bisa nyinyir tanpa bisa memberikan aksi nyata atau solusi nyata. Hal ini sebenernya yang juga gue benci saat temen-temen gue yang dengan getol mengkritisi pemerintah dengan menggebu-gebu, demo dan segala macam, yang kadang kuliah aja mereka sering bolos, yang kalo ditanya masalah kebijakan publik, atau apa itu APBD bisanya cuma melongo karena nggak ngerti. Ya kayak yang tadi gue bilang, omongannya nggak ada bobotnya sama sekali. Tapi yaa gimana gue cuma nggak mau jadi rakyat yang diem aja ngeliat negaranya yang lagi sakit. Mungkin kontribusi gue saat ini emang cuma bisa nyinyir doang, tapi ya suatu saat gue harap ada generasi-generasi lain atau bahkan gue sendiri mungkin yang bisa ngerubah negara yang lagi sakit ini jadi sembuh. Dan sebenernya gue juga yakin, nggak semuanya yang sekarang duduk dibalik kursi perwakilan rakyat busuk. Pasti disana juga ada orang-orang 'bersih' yang sebenernya usaha mereka buat ngebawa negara ini lebih 'normal' sudah maksimal hanya saja terbentur oleh oknum-oknum yang merasa kepentingannya yang sesat itu sedang diusik. 

Sepertinya postingan ini sudah terlalu panjang, yang sebenernya masih banyak uneg-uneg yang menurut gue belum tersampaikan. Tapi ya sudahlah gue juga gamau dianggep tukang nyinyir tanpa kontribusi nyata sepertia apa yang gue suka bilangin ke temen-temen gue itu. Sekali lagi gue cuma nggak pengen dianggep sebagai rakyat pasif yang nggak peduli sama negaranya sendiri.

Minggu, 02 April 2017

Esensi Kejujuran

Awalnya bukan hal ini yang sengaja ingin ditulis. Tapi siang tadi ada banyak hal yang mengganjal, dan rasanya benar-benar ingin dikeluarkan. Dan berhubung yaaa, aku adalah seorang pelupa tingkatan mahir, jadi begitu mendapatkan sesuatu sepertinya memang harus segera dibekukan.
Setelah tadi chatting dengan seseorang yang entahlah awalnya membahas hal yang biasa saja, tiba-tiba merembet ke dalam hal yang mengobrak-abrik isi pikiran. Hal itu membuatku menjadi memikirkan hal, tentang sebuah kejujuran. Sebenarnya makna sesungguhnya tentang jujur itu seperti apa? Apa makna yang dipikirkan oleh setiap orang akan selalu sama? dan pada akhirnya aku memikirkan makna jujur itu sendiri dari sudut pandangku.

Sudut pandangku mungkin agak sedikit berbeda tentang apa itu jujur. Sadar nggak sih sebenernya susah sekali jujur, baik kepada orang lain, atau bahkan jujur pada diri sendiri, itu susah kan? Misalnya saja saat harus jujur pada diri sendiri tentang perasaan kita terhadap orang lain. Iya kan?
Mungkin latar belakang dari tidak jujur terhadap diri sendiri adalah tidak percaya diri, mungkin saja. Atau karena sebenarnya kita terlalu takut untuk mengetahui respon dari seseorang terhadap kejujuran kita. Bahkan hal yang lebih menakutkan adalah ketika ternyata respon itu sendiri tidak sesuai ekspetasi kita. Ya, aku rasa itu adalah alasan yang paling tepat ketika makna jujur itu dilihat dari sudut pandangku sendiri. Entah orang lain nantinya akan seperti apa memaknainya. Yang jelas ekspetasi itu lah yang sepertinya membunuh dan menciutkan nyali untuk jujur. Mungkin di luaran sana ada tipikal orang yang tidak perduli sedikitpun dengan respon dari sesorang ketika dia berusaha untuk jujur. Asalkan dia tidak menyajikan sebuah kebohongan, dia akan merasa lega dan merasa tidak berhutang.

Tapi tunggu dulu, apa hal seperti itu sudah cukup? Menurutku tidak. Karena sebenarnya ekspetasi itu lah yang mendorong kita untuk jujur. Ketika ternyata itu tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, rasa menyesal akan perlahan tumbuh, dan perasaan tidak ingin mengulanginya lagi pun akan semakin kuat. Tapi bukan berati hal ini akan memicu tumbuhnya generasi pembohong. Eh, tapi tunggu. Mungkin hal ini uga bisa menjadi tunas yang tumbuh dan berkembang hingga bisa melahirkan genarasi hoax. Yaa mungkin saja sih. Tapi kalau saja esensi jujur itu sendiri bisa dimaknai lebih, dan mungkin ketika seseorang itu bisa lebih menghargai sebuah kejujuran, mungkin yaaa tidak akan ada lagi sebuah ketakutan untuk jujur. Yaa mungkin saja. Hmm entahlah...

Selasa, 07 Februari 2017

Skripsi, Satu Kata Beribu Kendala

Setiap orang yang menempuh pendidikan tinggi pasti bakalan disuru-suruh buat bikin semacam laporan akhir entah itu skripsi atau tugas akhir. Nah kenapa beribu kendala? Jawabannya ya banyak. Kayaknya tuh banyak banget yaa kendalanya gitu. Dari yang mulai suka males, sampe ke dosen pembimbingnya ya rada-rada ribet buat diminta waktunya buat bimbingan. Iya gitu sih.
Belum lagi kendala-kendala lainnya seperti miss communication sama dosennya. Belum lagi dimaki-makinya kalau ternyata hasil yang dikerjakin nggak sesuai harapan si dosen atau apalah itu namanya.
Kagak bisa dipungkirin sih ya, ya ini pengalaman pribadi sih hahaha. Jadi masalah-masalah klasik kayak gitu itu sebenernya faedahnya apaan yak? Suka sebel sih waktu bapak dosen itu suka bilang "jangan males-males yaa, biar cepet lulus. Saya nggak mau jadi pembimbing kamu kalo lebih dari 1 semester" istilah kerennya gini nih, "Silahkan cari pembimbing lain kalo uda lebih dari 1 semeter nggak kelar-kelar skripsinya". Nah apa nggak stress tuh? Bapaknya sendiri yang bilang gitu, bapaknya pula yang susah ditemuin buat bimbingan, nah lho.
Belum lagi permintaan-permintan ini itu, biar perfect sih katanya hasil skripsinya. Ya iya sih pak tapi ya kalo bimbingan yang fleksibel gitu lhooo.
Postingannya nggak jelas sih ya, ini juga gara-gara udah tadi jam 7 dateng ke kampus, eh zonk dosennya nggak mau bimbingan gegara mau ngajar, dan akhirnya yaaaa useless banget di kampus pagi-pagi dan berujung menulis postingan nggak penting ini.
Maafkeun.

Rabu, 04 Januari 2017

Sebentar Saja

Ingin sembunyi. . .
Sebentar saja. . . .
Jangan dicari dulu. Ini butuh waktu, hanya sekejap saja. 
Jangan tanya apa, kenapa...
Karna jawabannya tidak tertera.
Lari dari bingar, menyudut dari ramai
Mengutuk sepi, hanya bersembunyi.
Kamu tau? Bahasa itu sudah tidak ada.
Tak perlu bahasa apapun
hanya untuk sekedar tau 
bosan.
bosanku dengan bingar
lelahku dengan penat
inginku lari saja
mengungkap sepi, berjalan beriirama
hingga menguap dimakan masa.


Selasa, 03 Januari 2017

Sweet Escape, Long Trip, Happy Tummy

First, happy new year! Semoga di tahun baru ini segala pengharapan dan resolusi tercapai ya. Aamiin. Oke skip. Jadi long weekend kemaren sekeluarga mutusin buat belibur. Ngga jauh sih cuma ke daerah Jawa Tengah. Nah destinasi pertama yaitu dataran tinggi Dieng, tepatnya di Banjarnegara, Wonosobo. Ada banyak hal keren yang ada disana yang bikin bersyukur banget tinggal di Indonesia. Soal destinasi wisata alam Indonesia emang baaaaaguuuuus banget yaa. Nah! Jadi total hampir seminggu nih belibur ke Jawa Tengah dan 2 hari dihabiskan di Dieng. Berangkat sabtu malem abis sholat isya. Kebetulan liburan ini ayah ngajak 1 temen yang bawa keluarganya juga, jadi yaaa tambah seruuuu. 

Oke sebelumnya terima kasih teramat sangat untuk seseorang atau tim, group atau apalah itu yang sudah menciptakan teknologi sekelas GPS, yeah. Kenapa? Jadi ceritanya ayah belum pernah nyetir sendiri ke daerah Jawa Tengah, dan liburan ini dengan begitu nekatnya berangkat cuma mengandalkan GPS haha! Mungkin kedengerannya biasa, but its absolutely amazing way! Karena apa? Kita berhasil mencapai Banjarnegara dengan selamat yaaa walaupun diiringi dengan drama salah arah, musti puter balik, yaaa gitu-gitu lah. Alhamdulillah, bersyukur.Total butuh waktu sekitar 17 jam lah ya, sebenernya 22 jam, tapi sempet berhenti istirahat pas udah jam 1 karena ayah capek, dan jalan lagi abis sholat subuh. Kira-kira jam menjelang magrib kita baru nyampe di homestay yang emang udah di booked sama ayah 2 hari sebelum keberangkatan, dan mungkin karena lagi libur juga kali, Dieng rameeeee abis! Sampe ada macet-macet gitu meskipun nggak sampe lama mobil nggak bisa bergerak. Banyak banget wisatawan yang dateng dari berbagai kota kayak dari Bandung, Jakarta, Jogja, yang paling keliatan sih mereka yang dari Bandung sama Jakarta sih, selain dari plat nomor mobil mereka, juga keliatan banget pas mereka ngomong rada-rada gemana gitu.

Karena kebetulan nyampe home stay udah rada maleman gitu, jadi yaa ga sempet kemana-kemana, cuma abis mandi sama sholat magrib kita jalan-jalan aja di sekitaran jalan utam buat nyari makan sambil cuci mata. Ya namanya juga dataran tinggi, ya uda pasti udaranya zupeeeeeer dingin. Kemaren sampe di angka 10 derajat celcius kalo ga salah, atau lebih dingin lagi nggak tau juga ya, yang jelas kita ngomong sampe berasep-asep ala-ala drama korea. Soal makanan, jujur keluarga sendiri rada-rada susah. Karena masakan daerah Jawa Tengah cenderung manis, sedangkan lidah keluarga Jawa Timur banget yang cenderung lidah pecinta makanan gurih, rada ngga sinkron. Ada satu makanan khas daerah sana yang sempet kita cobain karena penasaran. Namanya mie ongklok. Aku pribadi sih, eh nggak deng, keluarga ku juga, kurang suka. Karena rasanya aneh aja gitu. Semacam mie pake kuah kental kayak kuah asem manisnya fuyung hai gitu, tapi rasanya bumbu kacang. Dan lebih ke hampa dan hambar. Dan lagi mienya kayak terlalu lama dimasak jadi lembek-lembek gitu. Nggak tau itu mie emang kayak gitu atau cuma akunya aja yang kurang beruntung dapet tempat makan yang kurang worth it. Terus nasi gorengnya juga aku kurang suka soalnya manis dan dominan kecap *aku nggak suka kecap btw hehe, dan yang rada bikin nafsu makan ilang juga gegara kita pesen sate, eh ada beberap daging yang kurang mateng alias masih mentah. Ya tapi sudahlah. Akhirnya makan malam ditutup dengan bikin pop mie sendiri. sedih dah.

Besoknya pagi-pagi rencana kita mau ke bukit sikunir buat liat sunrise, tapi gagal gegara orang-orang pada bangun jam 5, yang harusnya kita kudu berangkat dari jam 3, jadi bisa dapet sunrisenya. Sedih yaa soalnya kan udah di gunung gitu tapi ga dapet sunrise, ah sudahlah. Nah, destinasi wisata di Dieng asli banyak banget, nggak bakal cukup kalau cuma sehari doang buat bisa ke semua tempat. Mulai dari candi-candi, telaga, sampe kawah ada. Karena perjalanan harus dilanjutin ke Jogja jadilah kita cuma ke candi gatotkaca, kawah Sikidang, sama Telaga Warna. Yang paling berkesan adalah Kawah Sikidang. Asli bagussssss, 11:12 sama kawah putih *mungkin hehe. Tapi emang ya kudu tahan lah sama bau belerangnya yang menusuk-nusuk idung, tapi nggak rugi deh beneran, bagus bangeeeet!





















Semua foto diambil dengan sangat amatiran sekali. Maafkeun. Yang jelas Dieng asoy geboy banget lah buat dijadiin destinasi wisata. Ya segitu ajalah. Semoga bisa ngebagi sedikit info dan bisa nambah list liburan, yaaa gitu aja sih.

Salam :)