Dulu pas SMA, menurut gue adalah masa transisi dimana temen-temen gue udah mulai ngomongin soal politik. Tentang kebijakan presiden yang seharusnya nggak ngelakuin ini lah, yang harusnya nggak ngeluarin anggaran ini itu lah, atau sekedar mengomentari wakil rakyat yang korupsi. Dari yang cuma sekedar nyinyir-nyinyir nggak jelas masalah kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah, sampai mulai bikin postingan di facebook yang isinya mengkritisi soal kerja pemerintah. Pada waktu itu gue rasa gue cuma siswi SMA biasa yang bodo amat soal pemerintah dan politik. Gue buta banget soal itu semua, dan gue nggak pernah peduli, karena apa? Karena gue rasa gue belum punya passion disitu, dan tujuan gue sekolah hanya lulus dan bisa masuk Universitas Negeri dengan usaha gue sendiri, jadi di luar itu gue nggak pernah mau ikut campur.
Bukan cuma itu aja, gue mulai ngerasi annoying banget dan risih sama temen-temen gue yang mulai ngomongin masalah politik. Menurut gue mereka ngomongin hal tersebut hanya supaya mereka terlihat seolah-olah melek berita, tapi omongan mereka nggak berbobot, alias cuma ikut-ikutan mengkritisi, alias 0 besar. Hal tersebut juga yang jadi salah satu pertimbangan gue buat milih jurusan IPA daripada jurusan IPS. Yak! Karena gue males sama urusan sosial, politik, dan apalah itu yang gue sendiri nggak pernah ngerti apa sebenernya faedahnya ngomongin hal itu. Mungkin juga itu jadi salah satu alesan gue ansos kali ya. Ya karena gue males bersosialisasi sama mereka yang bahkan gue nggak ngerti mereka lagi ngomongin soal apaan. Dan jadilah pada masa-masa SMA itu gue cuma seneng-seneng, dengan perlu digaris bawahi tetep tanggung jawab ya. Ya, tanggung jawab itu lah yang akhirnya membuat gue bisa ada di semester akhir anak kuliahan yang kuliah di Universitas Negeri.
Abis gue lulus dan mulai kuliah, semester pertama gue masih bodo amat, dan seperti kalian tau semua, semakin kalian kuliah, kalian akan bertemu dengan orang-orang yang beragam. Yang kritis, yang nggak pernah peduli dengan sekitar, yang sukanya omong kosong, yang sukanya nggak jelas hidupnya, yang nggak punya tujuan hidup atau masa depan dan lain sebagainya. Berkaca dari pengalaman gue SMA, gue juga pada akhirnya memilih jurusan yang jauh dari urusan politik sosial dan apalah itu. Ya gue kuliah di jurusan yang membahas tentang teknologi sebagai konsentrasinya. semester 1 gue masih adem ayem aja, semester 2, semester 3 nggak ada yang berubah, semester 4 dan 5 gue masih fokus sama konsentrasi gue, dan semua hal yang berhubungan dengan tugas dan paper.
Nah, ini, setelah gue semester 6 tepatnya setelah gue dapet mata kuliah KWN sama Pancasila, gue mau nggak mau mulai berhenti lari dari kenyataan. Gue mulai dipaksa buat melek tentang keadaan politik negara gue sendiri. Gue mulai harus jadi paling update soal berita politik kalo emang gue mau lulus mata kuliah ini. Dari sini lah pada akhirnya gue mulai paham, mulai ngerti apa yang sebenernya lagi terjadi sama negara gue. Dan secara nggak sadar, gue emang harus peduli dan mulai bersikap kritis. Karena apa? Gue sadar kalo gue adalah generasi selanjutnya yang akan membawa kemana arah negara ini di masa depan. Gue mulai mikir kalau seharusnya nggak begini, seharusnya nggak begitu. Meskipun gue membatasi diri gue buat berpendapat ketika temen-temen gue debat soal siapa yang lebih pantas memimpin Indonesia waktu pemilu kemaren. Ya gue cuma ngomong apa yang perlu gue utarain, tentang opini gue, selebihnya kalo mereka masih ngedebat sosok yang gue pilih, ya udahlah. Gue nggak mau buang-buang tenaga gue untuk hal tersebut.
Selanjutnya, ada banyak hal yang menurut gue bikin gue miris banget liat negara gue. Dipikiran gue yang selalu terngiang-ngiang adalah kok bisa negara gue jadi kayak gini? Ya apalagi? Kalo bukan masalah korupsi. Gue cuma nggak habis pikir aja kenapa mereka yang seharusnya dicontoh sebagai seorang wakil rakyat, malah seolah-olah seperti menghianati apa yang sudah dipercayakan kepada mereka. Kalo gue boleh ngomong, mereka uda kayak ngga punya otak. Apa otak mereka emang udah pindah di dengkul atau gimana gue nggak tau. Yang paling gue rasanya pengen mengutuk atau nyumpahain adalah ada salah satu wakil rakyat yang bikin iklan yang intinya menyuarakan untuk tidak korupsi, eh dia nya sendiri malah ketangkep gegara korupsi. Aneh apa bego sih?
Oh iya ini juga. Gue sebenernya kurang setuju tentang apa itu reshuffle. Sebagai contoh reshuffle menteri pendidikan. Seperti kita tau menteri itu dipilih arena kredibilitas di bidangnya dan dianggap mampu membawa perubahan. Nah tentu aja buat dipilih mereka harus ada program dong yang setidaknya harus mereka punya agar kepemimpinan mereka nanti bukan hanya omong kosong belaka. Nah tiap menteri punya program sendiri yang sebagian besar berbeda. Dari jaman kurikulum KBK, KTSP, sampai K13 yang sekarang aja malah udah K13 revisi. Dan setau gue sebuah program itu ngga bisa dilakuin setahun 2 tahun ya buat bisa bener-bener mengatasi masalah yang tujuannya buat memajukan pendidikan bangsa, tapi butuh bertahun-tahun biar bisa berhasil. Program 1 belom kelar dan belom bisa dikatakan berhasil sepenuhnya, eh udah ganti lagi aja menterinya, yang otomatis program yang lama udah nggak dipake lagi karena si menteri baru menganggap programnya lebih mumpuni. Astaghfirullah, ini sebenernya lawak apa gimana sih ya? Ayolah jangan cepet-cepet ngambil kesimpulan. Kenapa sih nggak nyelesein program satu dulu? Ya ngga papa lah ganti menteri tapi ya jangan langsung dengan serta merta mengganti program yang sudah dijalankan dengan meyakini bahwa program yang baru akan lebih mumpuni. Gitu aja terus berlanjut nggak ada selesenya. Kesian juga yang ngejalani, dalam hal ini siswa, ya guru, bahkan orang tua. Bayangin aja dalam 1 sekolah tiap tingkatan kelas mereka ngerasain kurikulum yang beda. Seperti sekarang, anak-anak kelas 3 yang baru kemaren ini pengumuman kelulusan, mereka belajar dengan kurikulum KTSP. Sedangkan adek-adek kelas mereka make kurikulum K13, bahkan anak kelas 1 make kurikulum K13 dengan embel-embel revisi. Kacau!
Ya memang sih gue sebenernya ngga punya kredibilitas buat bisa ngubah itu semua dan cuma bisa nyinyir tanpa bisa memberikan aksi nyata atau solusi nyata. Hal ini sebenernya yang juga gue benci saat temen-temen gue yang dengan getol mengkritisi pemerintah dengan menggebu-gebu, demo dan segala macam, yang kadang kuliah aja mereka sering bolos, yang kalo ditanya masalah kebijakan publik, atau apa itu APBD bisanya cuma melongo karena nggak ngerti. Ya kayak yang tadi gue bilang, omongannya nggak ada bobotnya sama sekali. Tapi yaa gimana gue cuma nggak mau jadi rakyat yang diem aja ngeliat negaranya yang lagi sakit. Mungkin kontribusi gue saat ini emang cuma bisa nyinyir doang, tapi ya suatu saat gue harap ada generasi-generasi lain atau bahkan gue sendiri mungkin yang bisa ngerubah negara yang lagi sakit ini jadi sembuh. Dan sebenernya gue juga yakin, nggak semuanya yang sekarang duduk dibalik kursi perwakilan rakyat busuk. Pasti disana juga ada orang-orang 'bersih' yang sebenernya usaha mereka buat ngebawa negara ini lebih 'normal' sudah maksimal hanya saja terbentur oleh oknum-oknum yang merasa kepentingannya yang sesat itu sedang diusik.
Sepertinya postingan ini sudah terlalu panjang, yang sebenernya masih banyak uneg-uneg yang menurut gue belum tersampaikan. Tapi ya sudahlah gue juga gamau dianggep tukang nyinyir tanpa kontribusi nyata sepertia apa yang gue suka bilangin ke temen-temen gue itu. Sekali lagi gue cuma nggak pengen dianggep sebagai rakyat pasif yang nggak peduli sama negaranya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar