Pages

Senin, 25 September 2017

Soal Mimpi, Cita-cita, dan Harapan

Setiap orang pasti punya mimpi kan? Entah mimpi itu kecil atau besar, sepele atau mampu mengubah dunia. Banyak orang memandang mimpi dengan sudut pandang yang berbeda-beda, mari kita buat simple sudut pandang itu menjadi 3 bagian. Ada orang yang akan membangun mimpinya dengan sekuat tenaga, mengusahan dengan sangat keras, tidak akan membiarkan mimpi kecewa, jatuh, bangun tak pernah jadi masalah. Sebagian yang lain mungkin akan menyimpan mimpinya, ia berusaha, namun tidak pernah se-menggebu orang pertama, andaikan mimpi itu tidak pernah terwujud, ia tidak akan pernah kecewa. Ia menerimanya dan melanjutkan hidup. Sedikit lainnya mungkin akan mengubur mimpinya, berhenti memikirkannya, menyalahkan keterbatasan, kecewa mungkin iya, tapi pada akhirnya merelakan.

Itu hanyalah sebagian besar interpretasi soal mimpi, tapi di luar sana pasti ada begitu banyak keadaan, alasan, keterbatasan, tuntutan, yang menjadikan sebuah mimpi itu patut untuk diperjuangkan dan dikejar, disimpan dan dicoba, atau dikubur dan direlakan.

Mengejar mimpi sampai akhir hayat, samapai liang lahat, siapa yang tak ingin? Mengusahakan dengan sepenuh hati? Tapi menjadi seorang Mabuchi Kou sangat sulit (anime Ao Haru Ride). Kenapa? Ia mengejar mimpinya, dengan sangat keras, belajar dengan sangat tekun, berharap akan hidup dengan layak, dihujani kekayaan materi, dan berharap ibunya akan senang dengan hujan itu. Berkali-kalipun sang ibu berkata membahagiakannya adalah sesederhana makan dan nonton TV berdua, Kou kecil tidak pernah berpikir sesederhana itu. Sampai akhirnya sang ibu pergi untuk selama-lamanya, bahwa waktu yang semakin sedikit kemarin tak pernah ia gunakan untuk menemani sisa hidup ibunya. Penyesalan yang tertinggal.

Sabtu, 23 September 2017

Day Dreaming about House of Living

Setiap orang pasti punya kehidupan impian mereka sendiri, bisa jadi tentang pendamping masa depan, kehidupan yang diinginkan, pekerjaan yang diimpikan dan masih banyak hal lainnya lagi. Nggak terkecuali gue. Bukan hal yang muluk, Cuma tentang house living yang bener-bener gue pengen.
Sebenernya gue agak heran sih ya sama diri gue sendiri, gue bisa jadi orang paling penakut dan gamau sendirian kalau udah denger issue-issue horror, tapi sometimes gue adalah seseorang yang paling ingin punya me time yang nggak ingin gue share dengan siapapun.
  
Pengalaman merantau jauh dari rumah, nggak bisa dipungkiri ngebuat gue belajar sosialisasi. Tapi, makin kesini gue semakin nggak ingin ngeshare something apapun itu sama orang lain. Kelihatannya seperti seseorang yang sangat individualis sih, tapi entahlah gue ngerasa nyaman aja. Yah intinya gue sedikit gagal untuk bersosialisi dengan orang lain. Tipikal yang gamau berusaha dekat dengan orang lain kalo bukan orang itu dulu yang berusaha dekat sama gue.
   
Nah, kehidupan indekos itu sedikit banyak ada benefit sama unbenefitnya. Terutama buat orang-orang macem gue yang sometimes being an introvert person, kehidupan indekos yang mengharuskan kita untuk ngeshare fasilitas yang ada itu sedikit annoying buat gue. Kenapa? Sebenernya hal ini karena kekhawatiran gue yang menganggap semua orang nggak sepaham sama gue.

Setiap orang pasti punya kebiasaan-kebiasaan yang bisa jadi sangat berbeda dengan gue. Bisa jadi kebiasaan-kebiasaan tersebut menjadi menyenangkan buat gue atau malah sebaliknya, jadi sangat mengganggu. Apalagi mereka yang menurut gue limit tanggung jawabnya sangat rendah sekali. Mungkin ada beberapa dari mereka yang akan biasa aja melihat kamar mandi kotor, even itu just a little bit kotornya, atau mereka yang suka ngebuang sisa makanan di wastafel cuci piring, ketika mereka cuci piring. Hal-hal kaya gini ini nih, yang sering banget bikin gue terganggu. Gara-gara ini gue jadi harus punya extra time buat ngebersihin hal-hal macem gini, karena gue sendiri ngeerasa keganggu banget.
Gue juga bisa jadi sangat terganggu dengan barang-barang yang sangat tidak tertata, sepatu, parkir sepeda motor, jemuran dan lain sebagainya. Gue akan ngerasa kesel-kesel sendiri dan pengen ngomel, yang ujung-ujugnya hanya membuang-buang energi gue. How it can be? Gimana bisa orang-orang ini hidup dengan sesuatu yang tidak di manage dengan baik? Oke, 4 tahun merantau dan indekos ngebuat gue sedikit belajar tentang toleransi. Tapi hanya untuk sesuatu yang memang bisa dimaklumi ya. Karena kadang juga banyak yang kadang seenaknya sendiri, dan tidak bertanggung jawab.

Hal-hal model begini yang akhirnya gue ngebayangin punya apartment. Yak! Apartment yang bisa buat gue tinggal sendirian. Nggak perlu apartment yang gede sih, yang kecila aja yang penting ada space untuk dapur, kamar mandi yang nggak perlu gue share dengan orang lain demikian pula dengan dapur, dan tentu saja space untuk tempat tidur, meja belajar, dan pastinya rak buku!
Nggak jarang kadang gue sengaja searching di youtube apartment tour atau room tour mereka-mereka yang tinggal di luar negeri. Kenapa Indonesia tidak punya yang semacam ini? Yang ada paling kos-kosan dengan fasilitas kamar mandi dalam, tapi dapurnya harus share dengan orang lain. Padahal di luar sana misalnya Jerman, Korea, Jepang, mereka menyediakan mini apartment yang ngga begitu besar, tapi ada space tempat tidur, kamar mandi, dan dapur sendiri. Mungkin di Indo bisa dibilang rumah susun kali ya, cuman ya beda aja gitu, rumah susunnya kayak apartment sangking bersihnya, sangking rapihnya, sangking terorganisir dengan baik pula. Iri banget!

Sebelumnya kalo ada yang mikir kalo orang yang introvert itu pelit, karena mereka nggak mau nge share apa yang mereka miliki itu sebenernya salah ya. Ini Cuma masalah kenyamanan aja, karena seperti yang gue bilang di atas, setiap orang punya cara mereka masing-masing untuk ngebuat dirinya nyaman. Sering kali gue lebih milih diem di kamar berjam-jam dibandingkan harus ngumpul depan TV ngobrol kesana kemari, waktu gue di kos. Paling keluarnya kalo lagi laper, mau mandi, atau keluar kos. Yang gue lakuin dalem kamar? Ya banyak sih, bisa nonton film, nge-youtube, nonton drama, baca buku, ngegambar, atau yaaa hobi gue tidur. Aktifitas-aktifitas kaya gitu lebih gue pilih sih, dan gue jarang banget keluar misal ngemall, atau adventure, dan jujur saja gue tipikal orang yang nggak begitu suka nonton TV. Bisa jadi karna TV itu banyak iklan, acara yang ngebosenin, apalagi sinetron-sinetron yang menurut gue terlalu berlebihan, dan terlalu banyak episode. Mending gue searching atau nonton variety show korea (yah korea lagi haha), atau acara-acara show seperti Baking with Anna Olsen, Street Food (yuhuu gue suka acara masak), atau America’s Next Top Model, dan lain sebagainya.

Rasanya gue sendiri pengen ketawa liat tulisan ini. Gimana bisa gue ngetik segini banyaknya. Emang gampang banget ngeluarin yang namanya compliment gue rasa. Apalagi buat sesuatu yang ngebuat kita merasa terganggu. Dan setelah gue baca ulang kayaknya ini postingan nyeritain banget kalo gue pengen banget hidup sendiri ya. Pardon me.


Kamis, 07 September 2017

Memilih.

Menemukan dan ditemukan tidak pernah sesederhana apa yang diucapkan. Walaupun menurut Tuhanmu itu adalah masalah biasa. Banyak jalan penuh liku yang terlalu lama dan menahun untuk sampai kepada tujuan, yang bahkan tidak ada 1 detikmu menurut Tuhan.

Menjadi yang paling diperhatikan, lalu menjadi yang terabaikan berikutnya. Menjadi nomor 1 suatu waktu, dan jadi yang kesekian ribu dilain waktu. Bisa jadi hari ini berjanji, esok hari mengingkari. Bisa jadi detik ini paling merindu, sejam kemudian teracuh. Memilih tak pernah sebercanda itu.

Bersama dalam kurun waktu yang lama, singkat? Sebulan? Setahun? Sedasawarsa? Seperti yang sering mereka banggakan. Belum tentu. Tidak berlaku. Memilihmu ditahun yang dibanggakan, kemudian menderita ditahun milik dia yang lain. Mengenaskan? Cintamu tidak dihargai dengan semestinya.

Jangan pernah menyalahkan luka. Lukamu tolok ukur dewasamu. Luka bukanlah hal yang bisa diperdebatkan, jadi bahan canda 100 perak, atau bahkan hiburan. Sungguh lucu, tertawa dan menari diatas luka. Lalu dengan mudah minta maaf. Apa arti sebuah maaf jikalau akhirnya maaf itu hanya sebuah kata tanpa makna. Tapi mungkin terlupa, bahwa kertas yang sudah terobek takkan pernah kembali seperti semula. Sudah diam saja.