Pages

Minggu, 07 Januari 2018

Menikah?

Kapan nikah? Sudah ada calonnya belum? Target nikah umur berapa?
Entah kenapa pertanyaan-pertanyaan ini ajaib menurut saya. Ajaib? Iya ini pertanyaan ajaib. Hidup itu memang penuh pertanyaan-pertanyaan ajaib ya? Misalnya aja kalo lagi kuliah, pasti ditanyain kapan lulus? Even kalian masih semester awal-awal, yang ya ampun baru juga ngerasaain dunia perkuliahan udah disuruh lulus aja. Lalu ketika sudah sarjana, udah kerja dimana? Nah ini pertanyaan intimidatif sekali. 

Dua pertanyaan tadi masalah kapan lulus dan udah kerja atau belum, menurut saya masih oke ya, nah ini pertanyaan ajaib yaitu kapan nikah? Kalau dipikir-pikir 2 pertanyaan sebelumnya sih itu tergantung effort orang ya, dia bisa lulus cepet kalo dia memaksimalkan usahanya. Begitupun dengan udah kerja atau belom? Tinggal seberapa keraskah mentalmu untuk ditempa, ditolak perusahaan ini itu, tapi tetep nggak mau nyerah tetep berdiri, dan naruh surat lamaran kesana kemari, sampai dapet pekerjaan, iya nggak? Tapi kalo soal menikah lain cerita. Kok bisa?

Bagi saya, menikah itu nggak bisa ah laki-laki ini baik, ah laki-laki ini cakep, ah laki-laki ini alim, laki-laki ini mapan. Bener-bener nggak bisa. Menikah itu bukan sekedar hubungan antara 2 anak manusia, lebih dari itu menikah adalah menikahkan 2 keluarga yang sudah barang tentu berbeda dari segi suku, keluarga, kebiasaan-kebiasaan, sikap, bahkan mungkin agama, dan ini nggak bisa sesimple orang nanya kapan nikah? Dari semua perbedaan tersebut, menyatukannya gimana? Ya sulit, butuh proses. Menemukan seseorang yang bisa menerima kita juga itu sulit, dan sebaliknya. Menerima kekurangan satu sama lain, kemudian memaklumi, itu juga bukan perkara yang mudah. Apalagi berharap menemukan yang sempurna seperti harapan kita. Bisa hampir dipastikan mustahil.

Senin, 01 Januari 2018

Refleksi

Selamat tahun baru 2018! Meskipun ini belum tanggal 1 Januari anggap saja ini sudah hampir jam 00:00, tapi anggap saja seperti itu. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk merayakan tahun baru. Sebagian orang mungkin akan merayakan dengan makan-makan, main kembang api, atau ke tempat umum yang sedang mengadakan acara malam tahun baru, dan mungkin sebagiannya lagi akan berdiam diri di rumah entah itu menonton tv, memanjatkan doa, melakukan aktivitas seperti biasanya seolah tidak terjadi sesuatu yang spesial, atau bahkan tidur saja. Nah saya adalah salah satu dari sebagian orang tipe terakhir. Di malam terakhir di 2017 ini, saya hanya di rumah, melakukan aktivitas seperti biasanya, salah satunya ya menulis blog ini, dan mungkin seperti tahun kemarin, hanya akan menghabiskan waktu dengan menonton drama korea, sambil menunggu pergantian tahun tiba, atau yaa mungkin sebelum tahun berganti jangan-jangan saya sudah tertidur pulas.

Bukannya saya tidak suka untuk merayakan tahun baru, dulu saya juga sering merayakannya bersama keluarga, atau tetangga. Tidak pernah sekalipun bersama teman-teman, bukan karena terlalu ansos atau tidak ada teman, tapi lebih karena ijin yang didapat terlalu sulit. Tapi saya tetap menikmatinya. Beberapa tahun belakangan ini tradisi tersebut sudah jarang ada di keluarga kami, entahlah karena mungkin acaranya kurang berfaedah, atau mungkin terlalu malas melakukan sesuatu yang berarti di malam tahun baru karena sejatinya tidak ada yang begitu spesial di tahun baru. Tapi, saya tetap memiliki pandangan yang positif untuk mereka yang sedang merayakannya. Karena sisi positifnya adalah silaturahmi tetap terjaga diantara mereka, karena pada malam tahun baru orang-orang akan memiliki waktu untuk dihabiskan bersama kerabat, teman, kolega, sanak saudara, yang belum tentu pada hari-hari biasa bisa dilakukan dengan leluasa.