Selamat
tahun baru 2018! Meskipun ini belum tanggal 1 Januari anggap saja ini sudah
hampir jam 00:00, tapi anggap saja seperti itu. Banyak cara yang bisa dilakukan
untuk merayakan tahun baru. Sebagian orang mungkin akan merayakan dengan
makan-makan, main kembang api, atau ke tempat umum yang sedang mengadakan acara
malam tahun baru, dan mungkin sebagiannya lagi akan berdiam diri di rumah entah
itu menonton tv, memanjatkan doa, melakukan aktivitas seperti biasanya seolah tidak
terjadi sesuatu yang spesial, atau bahkan tidur saja. Nah saya adalah salah
satu dari sebagian orang tipe terakhir. Di malam terakhir di 2017 ini, saya
hanya di rumah, melakukan aktivitas seperti biasanya, salah satunya ya menulis
blog ini, dan mungkin seperti tahun kemarin, hanya akan menghabiskan waktu
dengan menonton drama korea, sambil menunggu pergantian tahun tiba, atau yaa
mungkin sebelum tahun berganti jangan-jangan saya sudah tertidur pulas.
Bukannya
saya tidak suka untuk merayakan tahun baru, dulu saya juga sering merayakannya
bersama keluarga, atau tetangga. Tidak pernah sekalipun bersama teman-teman,
bukan karena terlalu ansos atau tidak ada teman, tapi lebih karena ijin yang
didapat terlalu sulit. Tapi saya tetap menikmatinya. Beberapa tahun belakangan
ini tradisi tersebut sudah jarang ada di keluarga kami, entahlah karena mungkin
acaranya kurang berfaedah, atau mungkin terlalu malas melakukan sesuatu yang
berarti di malam tahun baru karena sejatinya tidak ada yang begitu spesial di
tahun baru. Tapi, saya tetap memiliki pandangan yang positif untuk mereka yang
sedang merayakannya. Karena sisi positifnya adalah silaturahmi tetap terjaga
diantara mereka, karena pada malam tahun baru orang-orang akan memiliki waktu
untuk dihabiskan bersama kerabat, teman, kolega, sanak saudara, yang belum
tentu pada hari-hari biasa bisa dilakukan dengan leluasa.
Sebelum hari
ini berganti, saya ingin melakukan refleksi terhadap diri saya sendiri, apa
yang sudah saya lakukan, pencapaian saya, atau sesuatu yang seharusnya tidak
saya lakukan, yang harus saya rubah dan sebagainya. Setiap orang pasti
menempatkan satu harapan untuk menjadi pribadi yang lebih baik di tahun 2018,
saya pun sama. Menoleh kebelakang sedikit, tahun 2017 adalah tahun perjuangan bagi saya. Kenapa?
Di tahun tersebut saya berjuang untuk menyelesaikan studi saya untuk
mendapatkan gelar sarjana saya. Banyak waktu, tenaga, bahkan air mata yang saya
curahkan dalam pengerjaannya. Mulai dari pressure yang diberikan orang-orang
sekitar, draft skripsi yang melulu harus direvisi, dosen pembimbing yang sulit
ditemui, tanggal sidang yang tidak sesuai target, karena koordinator skripsi
yang tidak ditempat untuk beberapa hari yang begitu lama. Setelah sidang pun
dram per-skripsian rasanya juga belum selesai juga. Pihak percetakan yang
mengecewakan, pemberkasan yudisium yang ditunda-tunda terus pengesahannya
karena ada pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab dan mengorbankan orang banyak, ya tapi tetap saja dengan
begitu baiknya Allah memeberi saya nikmat kelulusan dan dapat wisuda tepat
waktu sesuai keinginan kedua orang tua. Finally I did it. Alhamdulillah.
Dua bulan
terakhir ini saya juga sedang berjuang untuk menggapai apa yang saya inginkan,
hingga harus jadi anak jalanan. Anak jalanan dengan maksud dalam waktu seminggu
saya bisa bolak-balik ke luar kota, tidur di bus, menunggu di stasiun pagi-pagi
buta, mengurus ini itu, semoga nikmat lelah ini membuahkan hasil. Aamiin.
Bukan itu
saja sebenarnya refleksi saya, tapi sangat banyak sebenarnya. Saya paham betul
bahwa tidak sedikit sikap-sikap yang harus saya rubah, yang memang nggak bagus
sih kalo tetap ada, alias dipertahankan. Tentu saja yang negatif. Ada banyak.
Mungkin seperti, jujur saja terkadang saya adalah pribadi yang gampang
tersulut, meskipun bukan tipikal yang akan meledak-meledak saat marah, tapi
jujur saja, saya memang pribadi yang gampang emosi. Tidak stabil. Apalagi untuk
sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang saya mau. Sesuatu yang tidak
seharusnya menurut saya, sesuatu yang sangat terlihat mengganggu. Terkadang
saya akan diam, dan menjadi acuh terhadap orang yang membuat emosi saya
terpancing. Walaupun sejam berikutnya saya akan sadar itu tidak berguna, dan
akhirnya saya membereskan itu semua, intinya saya akan selalu terlambat untuk
menjadi seorang yang mengalah.
Setelah saya
pikir-pikir, saya juga orang yang bisa menjadi sangat-sangat egois. Saya bisa
jadi menuntut orang terlalu banyak untuk kepentingan saya, dan akan merasa
sangat kesal jika kepentingan saya diabaikan. Suatu waktu saya juga bisa
menjadi sangat menggerutu ketika mengusahakan sesuatu yang terbaik untuk orang
lain, sementara orang tersebut malah lebih terlihat tidak peduli, dan tidak
mengapresiasi itu, tapi entahah saya tetap saja menolak jika ini dikatakan
sebagai bentuk rasa pamrih.
Yang
menarik, dan mungkin akan menjadi sebuah lelucon bagi sebagian orang yang
mengenal saya, bahwa saya ingin menjadi pribadi yang murah senyum. Ya meskipun
saya tau dengan pasti ini adalah hal yang sangat sulit, mengingat bahkan saya
dilahirkan dengan alis yang terus beradu. Gawatnya bahkan saya merasa lebih
baik ketika memasang wajah judes, jutek, cuek, haha saya merasa lebih cantik.
Tapi karena senyum itu ibadah, dan bisa menambah pahala saya yang sebagian
besar berkurang karena saya jarang sekali tersenyum.
Harapan-harapan
saya teruntai lewat doa, terutama semoga 2018 perjuangan saya, harapan orang
tua, cita-cita saya akan dikabul oleh Yang Maha Agung. Semoga saya bisa menjadi
pribadi yang lebih produktif, tidak pernah lelah dalam belajar dan berusaha,
semoga pula 2018 bisa menjadi ladang pahala dan rizki bagi saya. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar