Hari ini hari sabtu, di kos penghuninya banyak yang sedang keluar, otomatis internet lagi jos-jos nya, artinya me time saya di mulai. Kalau ada yang tanya kenapa saya nggak malam mingguan, bagi saya malam minggu itu sama aja dengan hari-hari biasanya, kalau saya pengen keluar dan nggak sedang sibuk saya pasti keluar, nggak nunggu malam mingguan dulu. Lagi pula malam minggu jalanan pasti macet, klakson berbunyi kencang, polusi dimana-mana karena volume kendaraan yang bertambah, penuh sesak, bising, dan tidak sehat, apalagi malang kota dingin yang mana semakin malam tingkat kelembaban semakin tinggi, dan saya adalah salah satu yang paling sensitif dengan udara dingin. Hmm... kalau sudah begini perasaan rindu rumah rasanya semakin menggebu-gebu. Sabtu-sabtu begini walaupun nggak ada jadwal liburan, sekedar makan di luar bersama keluarga, atau sekedar ngobrol bersama keluarga sambil nonton TV adalah sebuah kenikmatan yang tiada tara bagi saya.
Hari ini rasa-rasanya banyak sekali pemikiran-pemikiran di kepala saya yang rasanya meledak-ledak ingin saya keluarkan. Pemikiran-pemikiran ini berasal dari beberapa artikel, beberapa thread di media sosial, dan juga beberapa pemikiran yang saya temukan ketika sedang melakukan blog walking. Jadi begini, akhir-akhir ini saya membaca sebuah tulisan yang membahas tentang keutamaan melanjutkan studi. Kebanyakan dari tulisan-tulisan tersebut menganggap bahwa melanjutkan studi di jenjang yang lebih tinggi berkesan tidak perlu apabila kita merasa skill kita kurang, pengetahuan kita kurang, beralasan untuk memperdalam ilmu, atau hanya untuk mengisi waktu luang. Tulisan tersebut seakan mengatakan "Kamu yang bodoh, yang nggak punya prestasi akademis lebih, mending nggak usah lanjut, percuma. Buang-buang waktu, tenaga dan uang". Kok saya jadi merasa sedih ya? Lho?
Ada lagi yang bilang bahwa urungkan saja niat untuk studi lanjut kalau kamu ingin bekerja di industri. Perusahaan tidak akan mau menggaji kamu dengan tittle setinggi itu. Ujungnya balik lagi jadi akademisi. Menurut saya yang paling bikin saya mikir adalah pernyataan bahwa banyak mahasiswa yang IP (Indeks Prestasi) saat kuliah S1 bagus, tapi nyatanya nggak bisa apa-apa. Lalu mereka melanjutkan S2 dengan dalih ingin mempelajari materi lebih dalam, yang mana justru keputusan ini sama saja dengan melakukan kesalahan dua kali. Kalau pada saat kuliah S1 belum mendapatkan esensi kuliah itu sendiri, sebaiknya yang di asah skill-nya dengan mengikuti kelas online atau kursus bukan malah mendaftar S2 hanya untuk mengulangi kesalahan (lagi).
Jujur saya yang baru saja menjejakkan kaki untuk studi lanjut merasa sedih. Lho? Jadi ndak semangat. Tulisannya kayak punya aura negatif gitu lho. Dari tulisan-tulisan itu, saya sadar saya adalah salah satu dari sekian banyak mahasiswa S1 yang lulus tapi seolah-olah belum mendapatkan apa-apa setelah kuliah selama 4 tahun. Jujur, saya juga salah satu yang punya IP bagus tapi nyatanya masalah skill saya cuma kebagian rata-rata, alias baru 50% yang saya kuasai. Banyak hal yang bersangkutan dengan materi perkuliahan yang belum benar-benar saya kuasai.
Sebenarnya saya lanjut studi bukan semata-mata untuk meraih gelar mentereng. Bukan juga untuk gaya-gayaan seperti yang dituduhkan pada tulisan-tulisan tersebut. Ada 2 alasan yang paling utama kenapa akhirnya saya memutuskan melanjutkan studi. Alasan pertama saya karena dorongan kedua orang tua. Sejak saya kuliah S1 ayah, ibu, dan nenek saya sudah mengharapkan setelah lulus saya bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya. Terutama ayah dan nenek saya, mereka adalah orang-orang yang begitu sangat menginginkan saya melanjutkan studi. Bahkan sampai nenek saya meninggal pun keinginannya tidak pernah berubah ketika saya mengabarkan bahwa saya akan sidang dan segera lulus, yang kemudian tepat 2 hari sebelum saya sidang nenek saya meninggal. Sebagai seorang anak dan cucu, rasa-rasanya saya tidak sampai hati untuk menolak. Dalam otak saya selalu berputar pernyataan bahwa membahagiakan orang tua saja saya belum mampu, lalu saya menolak ingin mereka? Rasanya berdosa sekali. Apalagi hal tersebut adalah keinginan terakhir dari nenek saya sebelum beliau meninggal yang pada saat itu belum saya luluskan. Sementara itu, Ibu saya adalah seseorang yang disela-sela perjuangan saya untuk memenuhi persyaratan studi lanjut, selalu meyakinkan saya bahwa apa yang nanti saya putuskan harus benar-benar saya jalani dengan ikhlas. Karena tidak akan barokah jika melakukannya dengan perasaan terpaksa. Beliau juga lah yang selalu berkata bahwa keputusan selalu berada ditangan saya, jika memang hati saya tidak mantap dan lebih memilih untuk bekerja, maka beliau akan mendukung dan mengormati keputusan saya.
Alasan kedua adalah karena saya ingin terus menggali ilmu di bidang saya. Ya, karena saya merasa saya belum mendapatkan apa-apa. Jika pernyataan dalam tulisan yang saya baca mengatakan bahwa jalan yang saya ambil adalah salah, biarkan saja karena itu adalah perspektif manusia,bukan perspektif Tuhan. Kalaupun tulisan tersebut berkata mengambil studi lanjut tidak akan mempermudah kita mencari pekerjaan, biarkan saja. Saya percaya rezeki sudah ada yang mengatur, mungkin ini adalah bentuk usaha saya, biar Tuhan yang menilai apakah ini setimpal atau tidak. Tidak masuk di logika emang. Tapi saya memang tidak memakai logika manusia seratus persen, saya memakai logika Tuhan hampir delapan puluh persen, bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil. Mungkin yang manusia tidak pahami adalah apapun yang menurut kita tidak mungkin, niat baik dan tulus akan selalu diberi jalan dan ganjaran, walaupun terkadang logika kita tidak sampai.
Bukan berarti saya tidak setuju dengan tulisan tersebut. Sebagian besar memang benar. Tapi yang perlu digaris bawahi, bahwa manusia itu bisa berubah karena sebuah alasan. Toh saya pikir tidak mungkin orang yang sudah kecemplung di perkuliahan studi lanjut tidak akan setengah-setengah dalam menjalaninya, tidak paham alurnya, tidak paham apa yang harus dilakukan. Studi lanjut S2 tidak sama dengan S1 yang bisa dilakukan dengan santai, dengan sistem kebut semalam, kerangka berpikir dalam menghadapi sebuah permasalahan juga sudah berbeda tentunya. Bukan lagi membuat makalah, mencari artikel, membuat laporan, merujuk artikel nasional, tapi sudah pada menghasilkan sebuah artikel atau jurnal internasional. Bukan lagi jurnal sekelas tugas akhir skripsi, tapi tugas setiap mata kuliah. Otomatis mental sudah ditempa sedemikian rupa.
Jadi, kesimpulan saya buat teman-teman yang ingin melanjutkan studi lanjut tidak usah ragu ataupun takut. Luruskan niat, yakin kalau kita mampu, dan berusaha semaksimal mungkin. Sekali lagi, usaha tidak akan mengkhianati hasil kok. Sudah pernah saya buktikan saat saya skripsi dulu. Semester 7 saya belum punya pandangan judul, pandangan penelitian, bahkan tidak paham tentang kuantitatif dan kualitatif, asing sekali. Belum juga seminar proposal, yang mana sudah ditempuh oleh teman-teman saya yang lain. Bahkan, saya lakukan seminar proposal dan sidang skripsi dalam satu semester. Berat memang, tapi bisa saya lalui, saya lulus juga. Mencurahkan banyak waktu, tenaga, dan air mata memang, tapi saya belajar bahwa sesulit apapun asalkan kita berusaha yang terbaik, maka akan terlalui jua. Learning by doing adalah pembelajaran yang bagus sekali bagi saya, itu yang saya terapkan ketika saya skripsi, dan berhasil. Tidak lupa support system yang selalu mendukung itu juga penting! Seperti yang dilakukan ayah, ibu, kakak dan nenek saya, walau sudah barang tentu kata-kata "Kapan lulus? Sudah sampai mana?" selalu menghantui saya, tapi berkat kata-kata itu pula yang menjadi cambuk paling dahsyat untuk menyelesaikan segala bentuk penderitaan saat skripsi hehe.
Nggak sadar saya menulis tulisan ini sudah panjang sekali, dan berjam-jam. Padahal rasanya belum tersampaikan semua apa yang ada di otak saya. Terlalu banyak dan sulit dipilah-pilah.
Terakhir, untuk kalian pejuang S2, para calon pejuang S2, jangan terintimidasi dengan tulisan-tulisan yang menurunkan semangat kalian. Jadikan tulisan-tulisan tersebut sebagai cambuk maha dahsyat bagi semangat kalian. Terakhir dari yang paling akhir, semoga Tuhan selalu menyertai langkah kita, menyelamatkan niat kita, meluruskan usaha kita, dan mempermudahnya. Aamiin. Selamat malam minggu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar