Pages

Kamis, 27 September 2018

Sebuah Keharusan: Healthy Life

Sebagai seorang anak rantau, anak kos-an, anak yang jauh dari orang tua, menerapkan pola hidup sehat adalah sebuah tantangan. Bagaimana tidak, kalau di rumah segala macam menu, makanan, minuman, semua sudah diatur sedemikian rupa oleh ibu. Beliau sebagai pemegang peran penting dalam memasok gizi keluarga. Mulai dari sayur, buah, sampai suplemen serba ada di rumah, disiapkan sedemikian rupa. Kalau di kos-an? Bisa mengatur pola makan 3 kali sehari, dengan setiap jam yang rutin, tersedia sayur dan buah setiap harinya, itu adalah sebuah anugerah. Jangankan seperti itu, untuk sekedar keluar membeli makan saja rasanya terlalu malas. Apalagi untuk memastikan ada sayur dan buah disetiap hendak makan. Belum lagi tergoda dengan segala bentuk jajanan yang belum jelas kandungannya, tingkat kebersihannya, apalagi gizinya. Belum lagi jika seringnya terbuai dengan nikmatnya apa-apa yang digoreng, apa-apa  yang serba instant, dan tentu saja minuman bersoda. Iya kan?


Susah memang, saya pun. Pengennya kalau sudah lapar ya apa yang terlihat di depan mata dibeli, dikonsumsi. Apa yang mudah, apa yang cepat, apa yang mudah dijangkau, main sikat saja! Tapi, pengalaman merasakan diinfus, makan makanan hambar, suntik minimal sekali dalam sehari, dan sudah pernah merasakannya sebanyak 2 kali! Tidak tanggung-tanggung memang 2 kali terserang demam typhoid, seolah sekali saja belum cukup membuat saya kapok, ya harus dua kali dulu akhirnya baru benar-benar sadar. Harus berlemas-lemas dahulu, keringat dingin tiap malam, dan muntah-muntah, 2 kali baru membuat saya kapok. Saya sudah nggak mau lagi. Jadinya yaa sekarang ini saya mencoba untuk berpola hidup sehat. Walaupun belum bisa 100% saya terapkan, tapi kali ini sudah ada perubahan yang signifikan. Memang tidak bisa berdampak langsung, tapi setidaknya dari hal-hal kecil yang sudah saya coba terapkan sudah sedikit terlihat manfaat yang saya rasakan.

Sabtu, 01 September 2018

Studi Lanjut?

Hari ini hari sabtu, di kos penghuninya banyak yang sedang keluar, otomatis internet lagi jos-jos nya, artinya me time saya di mulai. Kalau ada yang tanya kenapa saya nggak malam mingguan, bagi saya malam minggu itu sama aja dengan hari-hari biasanya, kalau saya pengen keluar dan nggak sedang sibuk saya pasti keluar, nggak nunggu malam mingguan dulu. Lagi pula malam minggu jalanan pasti macet, klakson berbunyi kencang, polusi dimana-mana karena volume kendaraan yang bertambah, penuh sesak, bising, dan tidak sehat, apalagi malang kota dingin yang mana semakin malam tingkat kelembaban semakin tinggi, dan saya adalah salah satu yang paling sensitif dengan udara dingin. Hmm... kalau sudah begini perasaan rindu rumah rasanya semakin menggebu-gebu. Sabtu-sabtu begini walaupun nggak ada jadwal liburan, sekedar makan di luar bersama keluarga, atau sekedar ngobrol bersama keluarga sambil nonton TV adalah sebuah kenikmatan yang tiada tara bagi saya.

Hari ini rasa-rasanya banyak sekali pemikiran-pemikiran di kepala saya yang rasanya meledak-ledak ingin saya keluarkan. Pemikiran-pemikiran ini berasal dari beberapa artikel, beberapa thread di media sosial, dan juga beberapa pemikiran yang saya temukan ketika sedang melakukan blog walking. Jadi begini, akhir-akhir ini saya membaca sebuah tulisan yang membahas tentang keutamaan melanjutkan studi. Kebanyakan dari tulisan-tulisan tersebut menganggap bahwa melanjutkan studi di jenjang yang lebih tinggi berkesan tidak perlu apabila kita merasa skill kita kurang, pengetahuan kita kurang, beralasan untuk memperdalam ilmu, atau hanya untuk mengisi waktu luang. Tulisan tersebut seakan mengatakan "Kamu yang bodoh, yang nggak punya prestasi akademis lebih, mending nggak usah lanjut, percuma. Buang-buang waktu, tenaga dan uang". Kok saya jadi merasa sedih ya? Lho?